Sunday, August 29, 2010

ERSYA, BERSEMANGATLAH!

Pagi yang cerah dengan sinar matahari yang begitu menyilaukan. Sangat bagus untuk meneruskan tidur yang sempat tertunda oleh bunyi weker, begitulah yang terlintas di benak Ersya. Sayang hal itu tidak terwujud. Baru saja Ersya menarik selimut, sudah terdengar teriakan Mama yang disusul dengan ketukan pintu kamarnya.
“Ersya, bangun nanti kamu terlambat ke sekolah !”
“Ehm . . iya Ma Ersya bangun deh,” jawab Ersya dari dalam kamar.
“Cepat ! Papa sudah nunggu dari tadi di bawah,” ujar Mama lagi.
Setelah selesai memakai baju dan menyiapkan peralatan sekolah, Ersya menuju ruang makan. Di sana telah menunggu Papa yang tampaknya agak kesal. Mungkin karena kelamaan nunggu. Bayangin aja Papa udah siap dari jam 6 sementara Ersya baru siap jam 7 kurang lima belas menit.
“Pagi Pa, pagi Ma !” sapa Ersya dengan memberikan senyuman yang termanis untuk kedua orang yang ia cintai.
Papa agak melunak. Sudah tidak terlalu kesal. Karena Ersya sudah siap. Nggak tahu deh kalau Papa disuruh nunggu lebih lama lagi.
“Sya, kamu ini selalu aja telat bangun. Emang ngapain aja tiap malam sampai telat bangun ?” tanya Papa yang sudah selesai sarapan dari tadi.
“Sorry Pa, banyak kerjaan sih tadi malam. Jadi telat bangun deh,” jawab Ersya. Ia meminum susu yang sudah dibuatkan oleh Sang Mama. Tak lupa mengambil sepotong roti disusul dengan teriakan.
“Yuk, Pa ! Ma, berangkat dulu ya !” Ersya mengajak Papa dan berlari meninggalkan Mamanya.
“Ersya tunggu ! Sarapan dulu, Nak !” perintah Mama sambil mengejar Ersya yang sudah berada di depan menuju mobil.
“Nggak sempat, Ma ! Udah telat nih,” Ersya masuk ke dalam mobil seraya mencium tangan Mamanya yang terheran-heran dengan kelakuannya.
Avanza itu melaju kencang. Berbaur dengan kendaraan lain di tengah kemacetan. Begitu banyak klakson yang dibunyikan oleh pemiliknya. Mereka tidak sabar akan sampai di tempat tujuan. Mungkin karena waktu yang memaksa mereka melakukan hal tersebut. Sama halnya dengan seorang gadis manis yang duduk di muka depan mobilnya. Terpasang raut cemas di wajahnya yang jelita. Telatkah ? hanya itu yang ada di dalam pikirannya.
*

Hampir saja telat, pikir Ersya dalam hati. Memang tepat yang dipikirkannya. Karena semenit saja ia belum sampai di sekolah, pintu gerbang akan ditutup. Itu tandanya ia harus menjalani hukuman seperti hari-hari sebelumnya.
Di dalam kelas XI IPA I sudah duduk seorang guru yang siap memberikan pelajaran. Baru saja ingin berkata pintu kelas sudah diketuk. Di balik pintu tampak Ersya yang ngos-ngosan habis lari. Ia mengutuk dalam hati, mengapa sekolahnya kali ini begitu besar. Jarak dari gerbang menuju kelasnya saja sudah memakan waktu sepuluh menit. Huh tau gini mending tadi aku nggak ikut jam pertama aja, sesalnya.
Guru itu terus saja menatap tajam ke arah Ersya. Tampak wajahnya bersembunyi di balik kumis panjangnya.
“Ersya, tumben sekali kamu datang pagi,” ternyata Bapak itu tersenyum manis ke arah Ersya.
“Maaf Pak, Saya terlambat,” ujar Ersya dengan hati-hati.
“Ya, Bapak maklum. Sudah sana duduk !” perintah Bapak itu pada Ersya.
“Bener Pak ?” Ersya tidak percaya mendengarnya.
“Iya, karena hari ini kamu lebih cepat sepuluh menit dibanding kemarin. Biasanya kamu baru datang jam setengah delapan. Sekarang jam tujuh lima belas kamu sudah datang. Suatu kemajuan yang baik,”
“Huuuuu . . . .” teriak anak-anak satu kelas menyoraki Ersya.
“Terima kasih, Pak !”
*

Deg ! Rasa sakit itu datang lagi. Ersya tidak tahu sudah yang keberapa kalinya ia merasakan sakit di tubuhnya. Akhir-akhir ini dia juga sering merasa lelah dan tiba-tiba pingsan. Apakah itu tanda bahwa ia terserang penyakit yang parah ? Ah mungkin harus segera dikonsultasikan ke dokter, pikirnya. Sore itu juga sepulang sekolah Ersya pergi ke dokter untuk memeriksa kesehatannya. Ia pergi sendiri karena ia tidak ingin orang lain mengetahui apabila ia mengidap penyakit yang parah.
Di kamar periksa, terjadi sebuah percakapan serius antara Ersya dan Sang Dokter.
“Bagaimana keadaan saya Dok ?” tanya Ersya setelah selesai diperiksa.
Sang Dokter belum angkat bicara hingga Ersya kembali bertanya.
“Bagaimana Dok, apa yang terjadi pada saya ?”
Dengan hati-hati dokter itu bicara. Dengan harapan agar Ersya tidak terkejut mendengarnya. Karena hal itu akan memperparah kondisi tubuhnya yang ternyata semakin lemah.
“Maaf Dik, ternyata saat ini adik telah mengidap penyakit leukemia atau biasa disebut kanker darah,”
Seketika tubuh Ersya menjadi lemah setelah mendengar diagnosis dari dokter.
“Ada hal penting lain yang saya rasa harus saya sampaikan pada Adik,” lanjut Sang Dokter.
“Apa itu, Dok ?” tanya Ersya dengan perasaan khawatir.
Dokter itu tampak ragu untuk menyampaikannya. Di satu sisi ia takut kalau hal ini akan menambah beban yang Ersya derita. Namun di lain pihak ia harus menyampaikan hal yang sangat penting untuk diketahui oleh pasien.
“Begini Dik, setelah saya lakukan pemeriksaan diperkirakan Adik tidak akan bertahan lama kira-kira hanya lima bulan,”
“Maksud Dokter, umur saya tinggal lima bulan lagi ?”
Dokter hanya menjawab dengan menganggukan kepalanya. Tandanya apa yang Ersya tanyakan itu adalah benar.
Sepulangnya, Ersya langsung masuk ke kamarnya. Di dalam ia banyak berpikir. Hal apakah yang harus dilakukannya. Begitu lama ia berpikir.
Apa yang harus kulakukan? Dokter menyatakan bahwa umurku tinggal sebentar lagi. Hanya lima bulan. Lima bulan itu tidaklah lama. Lalu dalam lima bulan ke depan apa yang akan kulakukan ? Apa aku harus memberitahu Papa dan Mama. Tidak. Karena itu hanya akan menyusahkan mereka saja. Lalu ? Bagaimana dengan keadaanku ini ? Ya Tuhan, tolonglah Hamba-Mu ini ! Apa yang harus kulakukan.
Setelah lama berpikir Ersya memutuskan ia akan menyimpan rahasia ini. Ia berjanji tidak akan memberitahukan pada siapa pun. Ia juga bertekad akan melakukan suatu perubahan yang membuat sisa hidupnya ini menjadi lebih berarti.
*

Rabu, 17 Agustus 2005
Diary, hari ini hari yang melelahkan. Kau tahu, tadi sore aku baru saja pulang dari dokter. Ternyata aku terserang penyakit leukemia. Dan yang mengejutkan bahwa aku hanya akan bertahan dalam lima bulan tidak lebih. Aku bingung apa yang harus kulakukan. Tapi aku sadar untuk menghadapinya aku harus melakukan suatu perubahan. Dan itu akan menjadi suatu hal yang indah jika aku melakukannya dengan ikhlas. Aku tak mau hidup ini menjadi sia-sia hanya karena suatu hal yang begitu menyakitkan. Aku tak mau putus asa begitu saja. Aku akan berusaha keras, berjuang melawat penyakit ini. Diary, hanya kau yang tahu masalah ini.
Ersya menutup buku kecil berwarna hijau. Ia baru saja menuliskan sebuah ungkapan perasaannya hari ini. Tak terasa air matanya telah mengalir membasahi pipinya yang halus agak kemerahan.
*

Hari-hari dilalui Ersya dengan penuh semangat. Bahkan ia masih sempat untuk mengikuti berbagai kegiatan organisasi dan kegiatan lain yang menyibukkan dirinya. Tapi ia juga mengontrol diri agar tidak terlalu lelah. Sehingga akan memperparah keadaanya.
Sekarang Ersya tidak pernah terlambat lagi. Semua orang heran akan perubahan pada dirinya. Namun mereka senang kini Ersya sudah menjadi lebih baik dari yang dulu dan lebih ceria. Kini begitu banyak orang yang menyukainya. Ia juga semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Walau dulu ia juga tidak pernah absen dalam menjalankan ibadah. Namun ia merasa bahwa ia harus lebih rajin lagi. Dan memperbanyak amalan dan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
*

“Pagi Anak-anak !” sapa Bu Ria dengan ramah.
“Pagi, Bu !” jawab anak-anak serempak.
“Pagi ini Ibu akan menyampaikan sebuah berita gembira. Khususnya untuk teman kita, Ersya,”
Anak-anak bersorak riang turut menyambut berita gembira tersebut.
“Ersya, kamu terpilih menjadi wakil propinsi Lampung untuk mengikuti lomba mata pelajaran di tingkat nasional yang akan diadakan di Bali,” Bu Ria menyampaikan berita tersebut yang langsung diikuti tepuk tangan oleh anak-anak.
“Kamu bersedia kan, Ersya ?” tanya Bu Ria padanya.
“Iya Bu, saya siap untuk mengikuti lomba itu. Saya akan berusaha semampu saya agar berhasil menjadi juara dan dapat mengharumkan nama propinsi kita terutama sekolah kita yang tercinta ini,”
Kembali tepuk tangan meriah membahana ke seluruh sudut kelas XI IPA I. Mereka sangat senang akan berita gembira itu. Terutama untuk Ersya. Ia merasa bahagia sekali hari ini.
*

Senin, 10 Oktober 2005
Diary, dua bulan telah berlalu. Itu berarti tinggal tiga bulan lagi waktu yang akan kuhadapi. Dua bulan belakangan ini aku melakukan begitu banyak kegiatan yang kiranya dapat melupakan kesedihan dalam menghadapi kenyataan mengenai penyakit ini. Aku bersyukur hingga saat ini aku masih dicintai oleh orang-orang yang kucintai. Tak akan aku sia-sia kan hidup ini demi mencapai kebahagian di akhirat nanti walaupun hanya sebentar aku singgah di dunia ini. Diary, bulan depan aku akan berangkat ke Bali untuk mengikuti lomba mata pelajaran. Aku berharap aku dapat memberikan hasil yang terbaik sehingga tidak mengecewakan banyak pihak. Diary, aku akan selalu berusaha semampuku untuk beberapa waktu ke depan. Ayo, bersemangat !
Kembali Ersya menutup buku kecil kesayangannya. Buku ini berisi banyak tulisan mengenai hal-hal yang dilalui dan dialami oleh Ersya. Diletakannya buku itu di dalam lemari. Kemudian ia beranjak tidur dan menghadapi hari esok dengan penuh semangat.

Ersya baru saja pulang dari Bali setelah mengikuti lomba mata pelajaran tingkat nasional. Di sana ia berhasil menjadi juara pertama dalam bidang studi Matematika. Ia merasa bersyukur diberikan anugerah terindah itu. Dengan memenangkan lomba di tingkat nasional, itu berarti memberikan kesempatan pada Ersya untuk melangkah maju di tingkat selanjutnya yaitu tingkat internasional.
Lomba tingkat internasional itu akan dilaksanakan lima bulan ke depan dari sekarang. Ersya tidak tahu apakah ia masih dapat mengikuti lomba itu. Ia tidak terlalu berharap banyak. Baginya mengikuti lomba tingkat nasional saja sudah menjadi pengalaman yang berkesan. Ia merasa senang karena telah mengharumkan nama Lampung di tingkat nasional.
*

“Gimana Sya, udah siap belum untuk lomba nanti ?” tanya Mama padaku yang baru saja keluar dari kamar.
O ya, sekarang sudah lima bulan berlalu dari waktu Ersya memenangkan perlombaan di Bali. Saat ini Ersya sedang berada di Wina, Austria. Sebentar lagi ia akan mulai berkompetisi dengan peserta lain dari berbagai negara yang ada di dunia. Memang ia tidak terlalu berharap menjadi juara karena setidaknya ia sudah berhasil menjadi wakil Indonesia di ajang lomba mata pelajaran tingkat internasional. Akan tetapi pasti ada keinginan walaupun hanya sedikit perasaan untuk berhasil menjadi juara.
*

Lelah sekali itu adalah dua kata yang mewakili keadaanku saat ini pikir Ersya dalam hatinya. Ia baru saja pulang dari Wina untuk mengikuti lomba mata pelajaran tingkat internasional. Ternyata ia berhasil menjadi juara dalam lomba tersebut. Ia berhasil meraih medali emas dan mendapatkan beasiswa untuk meneruskan sekolah di universitas berkualitas di luar negeri.
Ersya senang dan bersyukur sekali lagi atas anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan. Namun ia merasa heran sekaligus bahagia. Karena hingga saat ini delapan bulan telah berlalu dari saat dokter memvonisnya ia masih bertahan dengan kondisi yang cukup baik. Dokter pun merasa ini adalah sebuah keajaiban yang diberikan Tuhan padanya ketika ia memeriksakan diri ke dokter.

Selasa, 11 April 2006
Diary, aku senang karena telah berhasil mengharumkan nama Indonesia di mata dunia. Aku juga bersyukur karena hingga saat ini masih diberi kesempatan untuk menikmati hidup di dunia ini tanpa lupa beribadah setiap harinya. Diary, aku tak tahu hingga berapa lama lagi aku dapat bertahan. Aku akan terus berjuang dang selalu menghadapi hari-hari dengan perasaan ikhlas dan tetap semangat !
Ersya menulis diary-nya dengan berurai air mata. Sedih, haru, bahagia, bercampur aduk dalam hatinya. Perasaannya tak menentu. Ersya tidak tahu apakah ia masih dapat menulis diary-nya lagi hari berikutnya. Tidak ada yang tahu sampai kapan Ersya akan berjuang melaan penyakitnya. Hanya Tuhanlah yang tahu hal itu.
*

Di bulan kelima dari waktu yang telah diperkirakan mengenai kemampuan bertahan hidup Ersya oleh dokter, Ersya tiba-tiba pingsan saat sedang menjalani ulangan harian di sekolah. Ia langsung dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan intensif.
“Sya, bangun Nak. Ini Mama sama Papa, jangan tinggalkan Mama !” Mama terus saja memanggil-manggil nama Ersya yang tertidur dari pingsan tempo hari.
Sudah tiga hari berlalu namun Ersya belum juga sadar dari pingsannya. Dokter menyatakan bahwa penyakit Ersya semakin parah. Sangat kecil harapan untuk sembuh. Mama Ersya terus mendampingi putri satu-satunya dengan penuh perhatian.
Mama Ersya sangat berharap anaknya dapat sembuh dan kembali ceria seperti biasanya. Entah sudah berapa banyak air mata yang dikeluarkan olehnya dan berapa banyak tisu yang digunakan untuk menghapus air matanya.
*

Hari ini tepat seminggu Ersya dirawat di rumah sakit. Hari ini juga Ersya pergi meninggalkan orang-orang yang dicintainya untuk selama-lamanya. Ersya sudah pergi dan tak akan pernah kembali lagi. Setelah sekian lama Ersya berjuang keras melawan penyakit. Akhirnya Ersya melepaskan juga perjuangannya. Ia sudah tak sanggup lagi. Semua orang sangat menyayangi Ersya. Ia pergi setelah sebelumnya sempat membuka mata dan berbicara pada Mamanya tercinta untuk yang terakhir kalinya. Sang Mama sudah ikhlas melepaskan kepergiannya.
Setelah mengantarkan Ersya menuju rumah masa depannya, Mama masuk ke dalam kamar putri tercintanya dan menemukan sepucuk surat beserta sebuah buku diary di atas meja belajar Ersya. Mama membaca surat itu yang ternyata ditujukan untuknya.

Juni 17, 2006
Dear Mama,

Ma, terima kasih atas semua yang telah Mama berikan untuk Ersya.
Terima kasih karena telah merawat Ersya.
Terima kasih karena telah membimbing Ersya.
Dan terima kasih karena mau mengerti apa yang Ersya inginkan.
Ma, maafkan semua kesalahan Ersya yang telah Ersya perbuat baik sengaja ataupun tidak sengaja.
Ma, maafkan anakmu ini jika kurang berbakti padamu.
Maafkan juga karena telah menyusahkanmu.
Kuucapkan terima kasih dan kusampaikan maaf sebesar-besarnya untuk Mamaku tercinta.
Ersya harap dapat bertemu Mama lagi di alam berikutnya.

Love, hug, n kiss
Your honey,

Ranachya Ersyalina Putri

Mama membaca surat itu dengan berlinang air mata. Ia begitu mencintai putrinya. Ia telah kehilangan seseorang yang ia cintai. Walaupun Ersya hanyalah titipan dari Yang Maha Kuasa untuk dijaga. Namun Yang Maha Kuasa telah mengambilnya kembali.
Kini Ersya telah pergi. Namun ia akan tetap dikenang oleh orang-orang yang mencintainya dan dicintainya.Selamat jalan Ersya . . . . .

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More